Berita Ekonomi Global Berita Ekonomi Global | Perkembangan Perbankan SyariahEkonomi Global: October 2010

Saturday 30 October 2010

Bank Syariah Genjot Pembiayaan Properti

JAKARTA--Bank-bank syariah yang menjadi peserta Real Estate Indonesia (REI) Expo 2010, berlomba untuk menjaring nasabah yang memerlukan pembiayaan properti. Pameran yang akan berlangsung sampai 31 Oktober 2010 tersebut diikuti 99 pengembang dengan proyek properti berupa perumahan, apartemen, perkantoran, dan ruko.

Proyek properti yang ditawarkan tersebar di ibukota dan daerah sekitar, Bali, Balikpapan, Manado, Bandung, dan Surabaya. Pantauan Republika, stand-stand bank syariah lebih diminati dibandingkan stand-stand bank konvensional. Umumnya pengunjung tertarik dengan model pembayaran pembiayaan fix rate atau flat yang ditawarkan bank syariah.

Consumer Banking Group Head BRI Syariah, Esti Kadaryanti, mengatakan, pihaknya menjadikan REI Expo sebagai momentum menggenjot pembiayaan properti jelang tutup tahun. “Belakangan ini permintaan pembiayaan properti memang tidak ramai, khususnya rumah. Melalui REI Expo kali ini kita berharap ada kontribusi cukup signifikan,” ujar Esti kepada Republika, Rabu (27/10).

Dia melanjutkan, dengan target pembiayaan properti dua bulan ke depan mencapai Rp 150 miliar, BRI Syariah optimistis prospek realisasi pembiayaan melalui REI Expo bisa mengambil porsi 40 persen. “Aplikasi yang masuk sudah banyak, mulai pembiayaan dua ratusan juta sampai satu miliar lebih.”

Kendati demikian, Esti belum bisa memastikan berapa jumlah aplikasi dan realisasi aplikasi pembiayaan yang disetujui BRI Syariah selama REI Expo 2010. “Mungkin nanti setelah (pameran) selesai baru ada rekapitulasinya, begitu juga soal realisasi pembiayaannya karena kan butuh waktu, tidak bisa seketika.”

Dengan penawaran cash back 50 persen dari biaya administrasi dan pembebasan biaya appraisal, Esti yakin, BRI Syariah mampu menjaring calon nasabah pembiayaan rumah dengan jumlah yang cukup besar. Dia menambahkan, sepanjang tahun 2010, BRI Syariah sudah menyetujui pembiayaan sebesar Rp 905 miliar dari target Rp 1 triliun yang dicanangkan. “Jadi sebenarnya kalau ada realisasi Rp 75 miliar lagi dari REI Expo, saya sudah bisa kipas-kipas,” seloroh Esti.

Hal yang sama dilakukan Permata Bank Syariah. Dengan produk baru berupa penawaran pembiayaan properti untuk Warga Negara Asing (WNA) serta tidak ada limitasi pembiayaan, Permata Bank Syariah yakin produk mereka merupakan salah satu produk pembiayaan properti yang paling diminati masyarakat. “Sampai kemarin saja sudah ada 115 aplikasi yang masuk, padahal baru empat hari. Nilainya mulai Rp 250 juta sampai Rp 1 miliar,” kata General Manager Permata Bank Syariah, Achmad K Permana.

Permana melanjutkan, tingginya animo masyarakat terhadap produk-produk pembiayaan syariah memicu agresivitas pemasaran produk pembiayaan properti. Terlebih, pilihan akad pembiayaan yang fleksibel akan memudahkan calon nasabah untuk mengukur cara pembayaran yang harus mereka lakukan.

Terkait target, Permana tak memasang capaian tertentu untuk realisasi pembiayaan properti melalui REI Expo. “Pokoknya sebesar-besarnya, kita tak punya limit.”

REPUBLIKA.CO.ID

BI Akan Gelar Forum Riset Syariah

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) bekerja sama dengan sejumlah lembaga akan menggelar Forum Riset Perbankan Syariah (FRBS) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 9 Desember 2010. Ketua Panitia Pengarah (Steering Committee) FRBS, Masyhudi Muqorobin, mengatakan, forum riset merupakan bagian dari upaya mengatasi permasalahan dalam pengembangan perbankan syariah di Indonesia.

Forum juga bertujuan sebagai wadah para akademisi dalam memberikan kontribusi berupa sumbang pikir dalam bentuk karya ilmiah. "Bidikan utamanya adalah mendukung pengembangan industri perbankan syariah di tanah air," kata Masyhudi kepada Republika.

Masyhudi melanjutkan, forum akan dikemas dalam bentuk seminar yang memaparkan makalah-makalah ilmiah dari para akademisi, peneliti, dan pemerhati ekonomi dan keuangan syariah. Makalah-makalah didapat dari proses seleksi (call for papers) dengan penilaian aspek orisinalitas, metodologi penulisan, kedalaman analisis, kemanfaatan bagi industri, dan ruang lingkup pembahasan.

Forum riset yang mengambil tema "Menuju Sistem Perbankan Syariah yang Sehat, Kuat, dan Konsisten terhadap Prinsip Syariah" diharapkan mampu memberikan dampak aplikatif terhadap pertumbuhan perbankan syariah nasional. "Kami berharap banyak peserta call for papers dalam forum riset," ujar Masyhudi.

Dikatakan, untuk memicu para akademisi mengirimkan makalahnya, panitia juga menyediakan kompensasi kepada para penulis dalam bentuk uang senilai Rp 6,5 juta (untuk peneliti pemula) dan Rp 10 juta (untuk peneliti madya). Kategori peneliti pemula adalah mahasiswa S1, sarjana S1, dan mahasiswa S2 atau setingkat.

Sedangkan untuk kategori peneliti madya/utama adalah mereka yang mempunyai gelar magister (S2), mahahiswa program doktoral, dan pemegang gelar doktor atau atau setingkat. "Nanti akan kita pilih enam paper terbaik, masing-masing tiga paper dari tiap kategori," kata Masyhudi.

Gagasan forum riset ini bermula dari kegelisahan di tengah kian menggeliatnya perbankan nasional. Jumlah penduduk yang mencapai 237 juta jiwa dengan mayoritas Muslim membuat Indonesia menjadi potensi baru kekuatan keuangan syariah di dunia.

Kemunculan Bank Muamalat Indonesia pada 1990-an merupakan tonggak dimulainya aksi korporasi perbankan syariah. Namun, memasuki dekade ketiga perbankan syariah nasional, ternyata masih diperlukan sejumlah terobosan konseptual dan inovasi-inovasi produk perbankan syariah.

REPUBLIKA.CO.ID

Thursday 7 October 2010

Konsep Ekonomi Syariah yang Pasti dan Jujur

SURABAYA--Konsep ekonomi syariah kini semakin mendunia. Negara adikuasa Amerika Serikat, kini mengadopsi prinsip ekonomi syariah usai mengalami krisis. Singapura pun bertekad mendeklarasikan diri sebagai Negara dengan sistem ekonomi Syariah terbesar di Asia Tenggara, mengalahkan Malaysia yang telah lama maju ekonomi syariahnya.

Ironis bagi negara kita, sebagai negara dengan pemeluk Islam terbesar di dunia, angka prospek ekonomi syariahnya belum mencapai 10 persen. Menurut para pakar ekonomi, satu faktor  pengaruhnya adalah masalah pemahaman.

“Mereka, Negara-negara maju itu sadar akan manfaat dari sistem ekonomi syariah itu sendiri, misalnya di Amerika, meskipun tidak menyebut secara gamblang sistem ekonomi Islam, namun mereka terbuka untuk melihat dari segi manfaatnya bukan agamanya, begitu juga Negara-negara di Eropa,” ujar Zakik, Ketua bidang lembaga ekonomi non-keuangan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Jawa Timur.

Menurut Zakik, saat ditemui di acara pelantikan pengurus Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Jawa Timur. Sedangkan di Negara kita, pemahaman tentang ekonomi syariah masih kurang. Bahkan Nisful Laila, pakar ekonomi Unair yang menjabat sebagai Bendahara I MES Jatim mengatakan bahwa ada semacam fobia pada masyarakat kita dalam menyebut Islam.

“Ketika pertama kali sistem ekonomi syariah masuk ke Indonesia penyebutan istilahnya bukan ekonomi Islam melainkan ekonomi syariah, saya rasa ada semacam fobia pada masyarakat kita dalam menyebut kata Islam,” ujar Nisful Laila.

Padahal menurut Nisful Laila, sistem ekonomi syariah merupakan sistem yang mengoreksi sistem ekonomi konvensional. Dapat dilihat dari perbedaan mendasar antara konsep ekonomi konvensional dan konsep ekonomi syari’ah. “Kalau konsep ekonomi konvensional merupakan hasil dari pemikiran manusia jadi terkadang ada semacam kelemahan dari sistem tersebut, dan ekonomi syari’ah hadir sebagai suatu sistem ekonomi yang menerapkan semua sistem Islam,” jelasnya.
REPUBLIKA.CO.ID

BPRS Babel Kembangkan Ladies Office

JAKARTA--Layanan keuangan syariah khusus bagi kaum perempuan dikembangkan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangka Belitung (BPRS Babel) dengan membuka ladies office

Direktur Utama BPRS Babel, Jumali Ibrahim, mengatakan pembukaan ladies office untuk membidik pasar kaum perempuan seperti majelis taklim, PNS perempuan, dan pedagang pasar yang berada di Pangkalpinang. ''Lokasi kantor kas ladies office kami yang berada di dekat Pasar Pagi Pangkalpinang juga potensinya besar karena mayoritas pedagang di sana sekitar 80 persennya adalah perempuan,'' katanya kepada Republika, Kamis (7/10).

Selain itu, lanjutnya, usaha industri rumah tangga di Babel yang dimotori oleh kaum hawa juga menjadi bidikan BPRS Babel. Ladies office tersebut saat ini sedang dalam tahap renovasi kantor dan pada akhir bulan ini ditargetkan sudah beroperasi.

Jumali menjelaskan, lokasi ladies office di Pangkalpinang dipilih karena merupakan pusat perekonomian dan cukup potensial. Kantor kas tersebut pun nantinya akan menjadi satu-satunya ladies office BPRS Babel, karena belum ada lagi rencanan membuka kantor serupa dalam waktu dekat.

Per September 2010 BPRS Babel mencatat aset Rp 158 miliar, dana pihak ketiga Rp 140 miliar, laba Rp 4,2 miliar, dan pembiayaan Rp 130 miliar. Mayoritas pembiayaan BPRS Babel sebesar 70 persen disalurkan ke perdagangan, sisanya 20 persen ke konstruksi, dan 10 persen konsumtif.
alias kanto khusus layanan perempuan. Hal tersebut dilakukan untuk menangkap potensi kaum perempuan yang berdekatan dengan lokasi kantor tersebut.
REPUBLIKA.CO.ID

Perbankan Syariah Perlu Optimalkan Kepemilikan Modal Wanita di Timur Tengah

DUBAI--Kaum wanita di industri keuangan syariah dapat menjadi pasar potensial yang dapat digarap lembaga keuangan syariah. Wilayah kawasan Timur Tengah yang menjadi pusat keuangan syariah pun kini mulai memberikan perhatian layanan keuangan syariah khusus bagi kaum hawa, walau belum sepenuhnya terwakili.

Perkiraan nilai aset yang dikelola wanita di Timur Tengah memang beragam, tapi jumlahnya cukup besar. Dari studi yang dilakukan oleh Middle East Economic Digest pada 2008 kaum wanita di kawasan Teluk mengontrol dana sebesar 385 miliar dolar AS pada akhir 2011. Hal itu serupa dengan studi Bank Dunia pada 2007 yang memperkirakan sepertiga kaum wanita di Uni Emirat Arab memiliki bisnis dengan penghasilan lebih dari 100 ribu dolar per tahun.

Sementara berdasar hasil studi Al Masah Capital, 93 persen wanita di Arab Saudi memiliki ijazah universitas atau sekolah menengah, dibanding 60 persen pria yang bekerja. Untuk melayani kebutuhan keuangan wanita, National Commercial Bank yang berbasis di Arab Saudi juga telah membuka 46 kantor cabang khusus wanita sejak 1980. Sementara Saudi British Bank (SABB) tercatat memiliki 17 persen staf perempuan.

Penasihat Senior Booz & Company's Ideation Center, Mona al-Munajjed, mengatakan jumlah pegawai perempuan di sektor perbankan pun mengalami peningkatan 280 persen, dari 972 orang pada 2000 menjadi 3.700 pada 2008. Kendati keuangan syariah tumbuh pesat di kawasan Teluk Arab, belum ada wanita yang duduk sebagai direktur utama di lembaga keuangan syariah. Sejumlah ahli pun mengatakan saat ini adalah waktunya bagi perempuan di wilayah Arab untuk memperoleh pelatihan mengenai keuangan syariah.

Hal itu juga dilakukan sebagai langkah antisipasi kurangnya ahli keuangan syariah yang dapat menghambat pertumbuhan industri keuangan syariah. “Tidak ada larangan mengapa perempuan tidak bisa turut serta dan berperan penting dalam pengembangan keuangan syariah di semua level,” ujar partner firma hukum Denton, Sheikh Muddassir Siddiqui.

Sementara itu, akademisi Halima Krausen, menuturkan pelatihan mengenai keuangan syariah belum tersedia dengan baik pada 50 tahun lalu. Namun dengan berkembangnya industri keuangan syariah, lanjutnya, kaum wanita saat ini harus mengambil keuntungan dari peluang yang ada. “Jika Anda melihat generasi muslim di masa awal kaum wanita menikmati kehidupan pribadi dan juga ikut aktif dalam bisnis,” kata Krausen.

Di negara lainnya seperti Malaysia, peran perempuan yang berkecimpung di industri keuangan syariah lebih terlihat. Selain memiliki gubernur bank sentral yang adalah perempuan, sejumlah lembaga keuangan syariah Malaysia menempatkan kaum wanita di posisi eksekutif. Namun dengan jumlah populasi 28 juta jiwa, peran wanita di Malaysia menjadi tenggelam di antara besarnya industri keuangan syariah.
REPUBLIKA.CO.ID

BW Plantations Terbitkan Obligasi Rp700 Miliar

JAKARTA - PT BW Plantations Tbk (BWPT) bakal menerbitkan obligai pertamanya dengan nilai maksimal Rp700 miliar. Obligasi ini hanya diterbitkan dalam satu seri yang bertenor lima tahun.

Dalam keteragan tertulis perseroan di Jakarta, Jumat (8/10/2010), 60 persen dari dana  obligasi ini nantinya akan dipergunakan untuk mmebiayai program penanaman kelapa sawit pada lahan anak perusahaan. Di mana sebanyak 60 persen dialokasikan untuk tahun 2011 dan 40 persen sisanya untuk tahun 2012.

Selanjutnya, alokasi dana di anak usaha tersebut, yakni SSS, SMS, AKM dan WJU awalnya kan dicatat sebagai inter company loan dan akan dikonversi menjadi penambahan modal perseroan selambat-lambatnya pada tahun 2013.

Sekitar 30 persen akan dipergunakan untuk pembayaran utang perseroan ke pihak perbankan. Yakni Citibank NA sebesar Rp144 miliar, serta pinjaman anak usahanya, ADS, sebesar Rp12,47 miliar dan USD4,8 juta di PT bank Artha Graha International Tbk. Dana talangan di ADS ini selanjutnya juga akan dijadikan tambahan modal perseroan di ADS.

lalu sekira 10 persen dialokasikan untuk pendanaan modal kerja perseroan, BLP dan BHL. Dana di BLP dan BHL ini selanjutkan akan dijadikan tambahan modal perseroan di kedua anak usaha tersebut.

Obligasi ini mendapat peringkat idA dari Pefindo. Berperan sebagai penjamin pelaksana emisi obligasi (underwritter) adalah Danareksa Sekuritas, BNI Securities dan Kresna Graha Sekurindo.

Tanggal efektif obligasi ini diperkirakan pada 3 November, masa penawaran pada 5-8 November, penjatahan 9 November, distribusi secera elektronik pada 10 November dan pencatatan di bursa pada 11 November.
 economy.okezone.com

Budaya Asuransi di Negara OKI Tertinggal


SALAH satu konsekuensi yang tidak diinginkan dari krisis keuangan global adalah meningkatnya kesadaran risiko dan bagaimana mengelola risiko dalam bisnis, perdagangan, dan investasi.

Salah satu pilihannya adalah melalui manajemen risiko kredit ekspor dan asuransi risiko politik, serta eksportir, importir, dan bankbank yang membiayai mereka. Kini di negara-negara berkembang banyak ditemukan produk ini. Namun, kredit investasi ekspor dan budaya asuransi di 56 negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI), masih tertinggal.

Walaupun sebenarnya ada tanda-tanda bahwa hal ini mulai berubah. Penggerak utama di balik ini industri di negara-negara OKI adalah Jeddah-based Islamic Corporation for the Insurance of Investment and Export Credit (ICIEC), anggota Kelompok mandiri IDB.

Berikut wawancara dengan CEO of Jeddah-Based Islamic Corporation for The Insurance of Investment and Export Credit (ICIEC) Abdel Rahman Taha yang dipetik dari arabnews.com.

Apa yang terjadi pada 2009 lalu?

Tahun lalu investor mengalami persoalan yang cukup peli. Baik yang disebabkan oleh kredit maupun risiko politik. Kami juga harus membayar klaim dari sejumlah perusahaan. Tapi tentu saja dibandingkan dengan dana yang kami miliki, pembayaran klaim sebesar itu, kurang berdampak pada pendapatan kami atau sekitar 15 persen dari loss ratio (persentase dari pendapatan premi digunakan untuk membayar klaim).

Pada 2009 volume usaha juga berkurang secara substansial sebesar 29 persen. Namun, persetujuan baru meningkat dari USD1, 7 miliar menjadi USD2, 1 miliar untuk periode yang sama. Ini menunjukkan nasabah kami memiliki niat untuk melakukan bisnis baru dan diterapkan untuk batas kredit yang kita disetujui.

Apakah itu terjadi karena desain atau kekuatan kondisi pasar?


Biasanya account bisnis jangka pendek sebesar 75 persen dari bisnis kami. Namun pada 2009, bisnis jangka menengah meningkat secara substansial ke account hingga 40 persen dari total bisnis underwriting. Ini adalah bisnis demand-driven. Permintaan terbesar untuk bisnis asuransi proyek dan investasi jangka panjang di negara-negara, seperti Sudan.

Kami juga mendukung jenis baru dari perusahaanperusahaan dari negara-negara anggota kami. ICIEC memberikan kontribusi untuk perusahaan Suweidi yang bertransformasi menjadi perusahaan multinasional. Dengan menggunakan asuransi risiko politik dan investasi kita, mereka bisa masuk ke negara-negara dan pasar yang dinyatakan mereka tidak akan bisa untuk melakukan usaha di negaranegara tertentu.

Apakah ada kesadaran yang lebih besar dari kebutuhan untuk asuransi kredit ekspor dan investasi di negara-negara anggota Anda?

Ya itu telah membaik, tetapi kesadaran dan pemanfaatan produkproduk ini masih sangat rendah. Salah satu manfaat yang tidak disengaja dari krisis keuangan adalah meningkatkan kesadaran risiko dan bagaimana mengelola risiko. Cara yang baik untuk mengelola risiko adalah melalui asuransi kredit ekspor.

Jadi ini tercermin dalam triwulan pertama 2010?


Komitmen baru untuk kuartal pertama 2010 dibandingkan dengan periode yang sama 2009 telah meningkat sebesar 50 persen dari USD474 juta ke USD710 juta, bisnis sebenarnya diasuransikan meningkat 77 persen dari USD228 juta ke USD403 juta. Sebelumnya, kami memiliki banyak masalah dalam meyakinkan bank di negara-negara anggota kami untuk menerima kebijakan kami sebagai keamanan dan jaminan atas kredit mereka.

Sekarang bank-bank mulai datang karena mereka menyadari dan hal ini memungkinkan mereka untuk memperluas bisnis mereka. Proses ini juga dibantu oleh kenyataan bahwa ICIEC dinilai AA tiga tahun lalu oleh Moody’s, yang ditegaskan kembali pada November setelah terjadinya krisis.

Dengan peningkatan volume bisnis, apakah Anda merencanakan peningkatan modal untuk mendukung underwriting baru?

Itu adalah pertanyaan yang sangat bagus, karena jika bisnis ini terus berkembang, kami memprediksi pada akhir 2010 kita akan menghabiskan kemampuan kita. Dengan modal sebesar USD250 juta, kami juga menggunakan reasuransi sehingga rata-rata kami menyerahkan sekitar 40 persen untuk industri reasuransi internasional terutama untuk Lloyd dan lain-lain.

Harus ada keseimbangan antara uang yang dibagi dan risiko mendapatkan sharing. Sampai sekarang kami merasa bahwa 40 persen dari penghasilan adalah keseimbangan yang tepat dan kami tidak ingin menambah ini karena jika kita lakukan, hanya menjadi agen pasar untuk reasuransi.
okezone.com

Pasar Saham AS Tertekan Penguatan Dolar


NEW YORK - Turunnya harga komoditas dan kembali menguatnya dolar Amerika Serikar (AS) menekan pasar saham Akomoditi lemah dan dolar yang lebih kuat menekan pasar saham AS.

Selain itu, Investor juga tampaknya wait and see atas laporan tenaga kerja yang bakal menentukan langkah berikutnya dari The Fed.

Dolar akhirnya balik arah ditengah tren pelemahannya. Kenaikan dolar ini pun membanting harga minyak dan harga emas. Alhasil, Newmont Mining Corp dan Freeport-McMoRan Copper & Gold keduanya anjlok lebih dari dua persen.

Investor memperkirakan data tenaga kerja akan positif, di mana jumlah penganggurtan diproyeksikan bakal menurun. Investor juga bakal terfokus pada data non-farm payrolls.

Di mana laporan non farm payrolls yang akan dirilis itu diharapkan menunjukkan gaji yang tidak berubah pada bulan September. Tapi hal itu memiliki implikasi yang lebih besar untuk pasar berharap bahwa data yang lemah akan mendorong Federal Reserve untuk mengambil langkah lebih lanjut untuk meningkatkan perekonomian.

"Yang satu ini, sayangnya, masuk ke dalam bidang psikologi ekonomi. Saya pikir pasar akan menghargai (angka) yang sedikit lebih baik, tapi itu masih memungkinkan The Fed untuk masuk" ujar market strategic Prudential Financial Quincy Krosby di Newark, New Jersey seperti dikutip dari Reuters, Jumat (8/10/2010).

Rally euro terhadap dolar terhenti karena para investor melakukan aksi ambil untung. Dolar dan ekuitas memiliki hubungan terbalik karena investor mengambil uang keluar dari saham, dan pasar saham menjadi terpuruk.

Pada penutupan perdagangan hari Kamis (8/10/2010) waktu setempat, Dow Jones Industrial turun 19,07 poin atau 0,17 persen ke 10.948,58. Begitu juga Indeks Standard & Poor's 500 turun 1,91 poin atau 0,16 persen ke 1.158,06 sementara Nasdaq Composite Index naik 3,01 poin atau 0,13 persen ke 2.383,67
okezone.com

Pertumbuhan Global Belum Stabil

WASHINGTON - Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memperingatkan negara kaya dan berkembang harus mengubah cara perdagangan guna mencegah risiko terhambatnya pemulihan ekonomi global.

Dalam laporan outlook terbaru yang dirilis Rabu (6/10/2010), IMF menyatakan tahun depan pertumbuhan global akan melambat dibanding prediksi sebelumnya. Ramalan ini didasarkan laju perekonomian di Amerika Serikat (AS), Eropa,dan Jepang yang masih berjuang melawan krisis dan ketergantungan China terhadap ekspor.

“Pemulihan saat ini tidak kuat dan belum seimbang sehingga bisa menyebabkan risiko tidak berkelanjutan,” kata Kepala Ekonom IMF Olivier Blanchard.

Gambaran goyahnya perekonomian di negara maju,ujar IMF, terlihat dari ada upaya mengurangi pengeluaran pemerintah di berbagai negara maju terutama Eropa. Kondisi tersebut mendorong IMF menurunkan prediksi pertumbuhan global menjadi hanya 4,2 persen pada 2011.

Persentase pertumbuhan tersebut lebih kecil dibanding outlook tahun ini sebesar 4,8 persen dan lebih rendah 0,2 persen dari ramalan Juli lalu. Dalam laporan tersebut, IMF juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi AS untuk tahun ini menjadi hanya 2,6 persen, turun dibanding proyeksi Juli sebesar 3,3 persen. Sedangkan tahun depan ekonomi AS diperkirakan hanya tumbuh 2,3 persen, turun 0,6 persen dari perkiraan Juli lalu.

IMF juga merekomendasikan bank sentral seperti Federal Reserve (The Fed) untuk melanjutkan kebijakan moneter ultralonggar dan memperingatkan dampak dari kebijakan tersebut. Laporan tahunan IMF tersebut dikeluarkan menjelang pertemuan tahunan IMF akhir pekan ini yang akan dihadiri 187 negara anggota.

Dalam outlook terbarunya,IMF juga memprediksi pertumbuhan ekonomi China diperkirakan mencapai 10,5 persen tahun ini dan 9,6 persen tahun berikutnya dipicu kuatnya pasar domestik.

“(Di China) aktivitas ekonominya sedikit moderat dan diperkirakan terus berlanjut sampai 2011 meski dibatasi oleh ketatnya pertumbuhan kredit untuk mencegah bubble-nya pasar properti,” kata IMF dalam laporannya seperti dikutip kantor berita Xinhua.
Sementara di zona euro, pertumbuhan ekonominya diprediksi tumbuh 1,7 persen tahun ini dan 1,5 persen pada 2011. Namun IMF memperingatkan bahwa masih ada perbedaan pandangan dalam melihat prospek perekonomian di tengah kendala pembiayaan eksternal yang mengganjal Yunani. Selain itu, krisis anggaran juga dianggap akan mengganggu pemulihan seperti yang dialami Irlandia, Portugal dan Spanyol.

“Pemulihan moderat, terjadi Di Jerman dari semula tumbuh 3,3 persen pada 2010 menjadi dua persen pada 2011”kata IMF.

Sementara itu, Menteri Keuangan AS Timothy Geithner mengatakan, diperlukan strategi dan kerja sama internasional untuk membuat dan mempromosikan ekonomi global agar lebih kuat. “Terpenting adalah kebijakan terpadu antarpemerintah agar tercipta pertumbuhan,” kata Geithner
Okezone.com

Melihat Rapor Perbankan Syariah

Perbankan syariah nasional kian cemerlang. Sebagian besar bank nasional papan atas sudah membentuk unit usaha syariah (UUS). Ketika UUS telah matang, maka bergegas dipisah (spin off) dari unit konvensional menjadi bank umum syariah (BUS).

Sebut saja, Divisi Usaha Syariah BNI yang kini telah menjadi BNI Syariah sejak Juni 2010. Bagaimana rapor perbankan syariah per Agustus 2010? Statistik Perbankan Syariah (SPS), Agustus 2010 yang terbit 1 Oktober 2010 menunjukkan pembiayaan tahunan (year on year/yoy) tumbuh 37,34 persen dari Rp43,89 triliun per Agustus 2009 menjadi Rp60,28 triliun per Agustus 2010. Dana pihak ketiga (DPK) ternyata mampu tumbuh lebih subur yakni 38,51 persen dari Rp44,02 triliun menjadi Rp60,97 triliun.

Pertumbuhan demikian itu mendorong financing to deposit ratio (FDR) merosot tipis dari 99,71 persen per Agustus 2009 menjadi 98,86 persen per Agustus 2010. FDR itu menyiratkan bahwa kemampuan perbankan syariah nasional dalam mengemban fungsinya sebagai intermediasi keuangan sedikit menurun meski termasuk FDR ideal 85-110 persen.

Rasio pembiayaan bermasalah (nonperforming financing/NPF) membaik dari 5,61 persen per Agustus 2009 menjadi 4,10 persen per Agustus 2010. Walaupun NPF ini masih jauh dari ambang batas lima persen, ini merupakan peringatan dini bagi perbankan syariah nasional untuk terus menerapkan manajemen risiko dengan dingin.

Hebatnya, perbankan syariah nasional baik BUS maupun UUS mampu meningkatkan laba tahun berjalan 1,64 persen dari Rp669 miliar menjadi Rp680 miliar.

Total aktiva pun meningkat tajam 37,06 persen dari Rp57,01 triliun menjadi Rp78,14 triliun. Sayangnya, peningkatan pencapaian laba dan perkembangan aset itu ternyata belum mampu mendongkrak imbal hasil total aset (return on assets/ROA).

ROA justru menipis dari 2,08 persen menjadi 1,64 persen meski di atas ambang batas 1,5 persen. Hingga Juli 2010 masih terdapat tiga dari tujuh BUS yang memiliki ROA sama atau di bawah 1,5 persen.

Bagaimana tingkat efisiensi yang tercermin pada rasio BOPO (rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional)? BOPO perbankan syariah nasional naik (artinya memburuk) dari 75,22 persen per Agustus 2009 menjadi 80,36 persen per Agustus 2010.

Dengan bahasa terang benderang, tingkat efisiensi makin menurun. Jangan lupa makin rendah tingkat efisiensi makin membebani modal. Lalu, bagaimana masa depan perbankan syariah nasional? Data tersebut menunjukkan rapor biru muda perbankan syariah nasional.

Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa perbankan syariah nasional bakal kian berkembang dan berbuah cukup manis. Coba amati saja perkembangan jaringan kantor. Jumlah BUS dari tiga buah dengan 304 kantor pada 2005 ketika perbankan syariah mulai tumbuh naik menjadi enam buah dengan 711 kantor pada Desember 2009. Jumlah BUS terus bertambah menjadi 10 buah dengan 1.111 kantor pada Agustus 2010.

Sementara itu, jumlah UUS dari 19 buah dengan 154 kantor pada 2005 menjadi 25 buah dengan 287 kantor pada Desember 2009. Jumlah itu makin berkembang menjadi 23 buah dengan 236 kantor pada Agustus 2010.

Demikian pula Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) bertambah dari 92 buah dengan 92 kantor pada 2005 menjadi 138 buah dengan 225 kantor pada Desember 2009. Jumlah tersebut terus bertambah menjadi 146 buah dengan 277 kantor pada Agustus 2010.

Tetapi sejatinya perbankan syariah masih memerlukan aneka obat kuat sebagai faktor kunci keberhasilan (key success factors). Apa saja? Mari kita simak satu demi satu.

Pertama, arsitektur perbankan syariah. Kini sudah waktunya bagi BI untuk meluncurkan Arsitektur Perbankan Syariah Indonesia (APSI). APSI akan menjadi kerangka dasar sistem perbankan syariah nasional yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan syariah nasional sebagaimana Arsitektur Perbankan Indonesia (API) bagi perbankan nasional konvensional.

APSI diperlukan sebagai pedoman masa depan yang akan disasar pada minimal panca sampai dengan satu dasawarsa ke depan. Dapat diduga, lima tahun mendatang perkembangan perbankan syariah nasional bakal makin gemerlap searah dengan perbaikan perekonomian nasional.

Kedua, sumber daya insani (SDI). Menurut prediksi BI, kebutuhan SDI perbankan syariah hingga 2011 mencapai 50 ribu-60 ribu orang (SINDO, 4 Oktober 2010). Untuk itu, BI wajib mendorong BUS dan UUS untuk meningkatkan kompetensi sekaligus kualitas SDI. Salah satu kiat yang strategis adalah dengan melatih SDM perbankan konvensional untuk menjadi SDI.

Mereka biasanya sudah menguasai perbankan sehingga tinggal dilengkapi dengan prinsip perbankan syariah. Model ini relatif lebih cepat dan praktis daripada harus mencetak SDI perbankan syariah dari lahir.

Ingat bahwa pengalaman merupakan modal yang tak terbeli untuk membentuk SDI yang berkompetensi tinggi. Peningkatan kompetensi itu sekaligus sebagai alat untuk membendung banjir pembajakan SDI perbankan syariah. Kiat lain yang manjur adalah dengan mengirim SDI untuk menimba ilmu di bank-bank Malaysia yang telah maju dalam perbankan syariah.

Ketiga, modal. Kecukupan modal minimum (capital adequacy ratio/CAR) menipis dari 14,99 persen per Agustus 2009 menjadi 14,66 persen per Agustus 2010. Namun, SPS mencatat bahwa hingga Juli 2010 baru dua dari 10 BUS yang memiliki CAR di atas 12 persen sisanya alias delapan BUS mempunyai CAR sama atau di bawah 12 persen. Data ini menyiratkan perbankan syariah masih membutuhkan suntikan dana segar.

Sungguh, modal merupakan bantal penyangga (buffer) untuk mampu menghadapi potensi risiko semua produk, jasa, dan aktivitas bisnis.

Dengan modal pas-pasan,BUS dicemaskan akan tergilas oleh BUS yang didukung sepenuhnya oleh bank asing. Tengok saja, Malayan Banking Bhd (Maybank), bank nomor terdepan di Malaysia, yang melakukan konversi Bank Maybank Indocorp menjadi Maybank Syariah sebagai BUS. Inilah tantangan sejati bagi perbankan syariah nasional di masa mendatang.
sumber: okezone.com

Wednesday 6 October 2010

Africa Retakaful, Operator Reasuransi Syariah Pertama di Afrika

KAIRO--Industri asuransi syariah Afrika kini semakin membenahi diri dan melengkapi layanan yang ada. Baru-baru ini African Reinsurance Corporation (Africa Re) meluncurkan anak perusahaan reasuransi syariah.

Perusahaan bernama African Takaful Reinsurance Company dibentuk karena meningkatnya permintaan layanan asuransi syariah. Perusahaan tersebut akan menangani bisnis di Afrika, Timur Tengah, dan Asia.

“Afrika Retakaful menjadi operator reasuransi syariah pertama di Afrika akan membentuk batu loncatan bagi industry dan membantu mengembangkan bisnis asuransi syariah di Afrika di level lebih tinggi,” kata Group CEO Africa Re, Bakary Kamara, dikutip laman nation.co.ke. Kamis (30/9).

Africa Retakaful yang memperoleh izin di Mesir ini telah memulai bisnisnya pada September. Kamara menuturkan perusahaan Africa Retakaful akan menjalan bisnis sejalan dengan kebijakan underwriting grup perusahaan dan menggunakan kapasitas yang sama bagi Afrika dan Asia.

“Dengan pengalaman yang memadai di bisnis reasuransi tradisional dan posisi unik Africa Re sebagai pelaku reasuransi terkemuka di Afrika, kami akan mendukung Africa Retakaful menjadi salah satu pemain penting di industry asuransi syariah sejak awal,” tandas Kamara.
REPUBLIKA.CO.ID

Sukuk QIB Oversubscribed Delapan Kali

DOHA--Qatar Islamic Bank (QIB) menerbitkan sukuk 750 juta dolar AS. Sukuk perdana QIB tersebut pun sukses mencatat kelebihan permintaan sebesar 6 miliar dolar AS, atau hampir delapan kali dari total penerbitan.

Chairman QIB, Sheikh Jassim bin Hamad bin Jassem Al Thani, mengatakan sukuk global QIB menjadi sukuk global pertama yang diterbitkan lembaga keuangan Qatar. ''Jumlah penawaran yang tinggi terhadap sukuk QIB menunjukkan kepercayaan investor asing dalam menempatkan dananya di Qatar dan lembaga keuangan syariah,'' kata Al Thani, dikutip lama Peninsula Qatar, Senin (4/10).

Selain itu, lanjutnya, penerbitan sukuk tersebut pun mengonfirmasi akses pendanaan yang dapat digunakan lembaga keuangan. Al Thani menuturkan, kelebihan permintaan sukuk QIB pun menandakan kredibilitas QIB dan kepercayaan investor terhadap outlook QIB di masa mendatang. ''Suksesnya sukuk perdana ini menjadi tonggak QIB untuk penerbitan sukuk di masa mendatang dan membuktikan investor menerima lembaga kami,'' tukasnya.

Selain itu, lanjutnya, sukuk tersebut juga akan memperkuat neraca QIB dan kemampuan komitmen QIB dalam pengembangan ekonomi nasional. Sukuk QIB menjadi sukuk internasional pertama yang diterbitkan oleh lembaga keuangan Qatar. Sebelumnya sukuk global yang diterbitkan pada 2010 berasal dari Dar Al Arkan dan pemerintah Malaysia.

Untuk penawaran sukuk ini QIB telah melakukan roadshow ke sejumlah investor di Asia, Timur Tengah, dan Eropa pada akhir bulan lalu. Kelebihan permintaan yang dicatat QIB merupakan yang terbesar bagi lembaga keuangan di Teluk. QInvest, HSBC, dan Credit Suisse ditunjuk menjadi joint lead managers untuk penerbitan sukuk QIB yang memiliki tenor lima tahun dengan nilai kupon 3,856 persen per tahun.

republika.co.id

Pasar Perbankan Syariah Kuwait Capai Titik Jenuh

KUWAIT CITY--Gubernur Bank Sentral Kuwait, Sheikh Salem Abdul-Aziz al-Sabah, mengatakan pasar perbankan syariah di negara Teluk ini telah menghadapi titik jenuh. Saat ini terdapat lima bank syariah dan lima bank konvensional yang terdaftar beroperasi di Kuwait.

''Pasar Kuwait telah mencapai titik jenuh perbankan syariah pada tahap ini,'' kata al-Sabah, tanpa penjelasan lebih lanjut. Salah satu bank syariah yang beroperasi di Kuwait adalah Al Rajhi Bank, bank syariah terbesar di Teluk.

Perbankan syariah menjadi sektor keuangan yang mengalami pertumbuhan pesat dan telah menarik perhatian dunia pascakrisis ekonomi global beberapa waktu lalu. Hal tersebut terjadi setelah investor mulai mencari investasi alternatif. Analis independen, Ali al-Nimesh, mengatakan permintaan akan perbankan syariah pada beberapa tahun mendatang akan mulai meningkat. ''Namun dalam jangka panjang, kita tidak bisa yakin pasar perbankan syariah sudah jenuh,'' ujarnya.

Berdasar laporan Kuwait Finance House (KFH), industry layanan keuangan syariah di Kuwait telah tumbuh besar dan meluas dalam enam tahun terakhir. Hal tersebut karena didorong ekspansi aset perbankan syariah di Kuwait, yang meningkat 6,7 persen menjadi 14,3 miliar dinar pada semester pertama tahun ini. Pada akhir 2009 aset perbankan syariah Kuwait tercatat 13,4 miliar dinar.

KFH menjadi kontributor terbesar industri perbankan syariah Kuwait dengan 29,7 persen. Posisi tersebut diikuti oleh Boubyan Bank 2,9 persen dan Kuwait International Bank (2,8 persen). Aset perbankan syariah Kuwait tumbuh rata-rata 22 persen per tahun antara 2004-2009. Saat ini pangsa pasar perbankan syariah Kuwait tercatat 35,4 persen.

Layanan keuangan syariah di Kuwait pun menjadi kompetitor potensial bagi bank konvensional. Sejumlah bank konvensional pun mencoba memperoleh saham di bank syariah. Pada September 2009 Kuwait mengumumkan rencana pembentukan bank syariah baru bernama Warba Bank, dimana Kuwait Investment Authority akan memiliki 24 persen saham bank tersebut. Pada Desember 2009 bank sentral Kuwait memberi izin bagi Bank of Kuwait and the Middle East untuk konversi menjadi bank umum syariah.

Dalam laporannya KFH menyebutkan dalam beberapa waktu mendatang akan terdapat lima bank Kuwait yang memiliki total modal lebih dari 40 persen dari total modal seluruh sektor perbankan negara tersebut. Sektor perbankan syariah Kuwait yang didukung oleh profil keuangan yang kuat, kualitas aset bagus, dan keuntungan yang tinggi membuat pasar perbankan syariah negara dengan populasi 2,3 juta jiwa ini menjadi salah satu yang terbesar di kawasan Teluk.

Republika.co.id

BI Harusnya Naikkan BI Rate Sampai 7,5%

JAKARTA - Walaupun Bank Indonesia (BI) tetap bersikeras mempertahankan suku bunga perbankan (BI Rate) di level 6,5 persen selama 16 kali berturut-turut, namun perbankan menilai jika BI ingin menjaga kondisi inflasi gara sesuai capaian target di awal tahun 5,3 persen maka BI harus menaikkan BI Rate-nya.

"BI diprediksi mau tak mau akan menaikkan BI Rate-nya di kuartal pertama tahun depan dari 6,5 persen ke 7,25 persen dan akan menaikkan lagi di kuartal II-2011 menjadi 7,5 persen," ujar Economist Non Japan Asia The Royal Bank of Scotland Su Sian Lim, kepada wartawan dalam acara Indonesia Economic Outlook di Graha Niaga, Jakarta, Rabu (6/10/2010).

Menurutnya dengan menaikkan BI Rate, maka akan banyak orang yang menabung maupun mendapatkan fasilitas kredit dari perbankan.

"Sehingga inflasi akan mampu dijaga, Namun kami memperkirakan di akhir 2011 inflasi akan naik dari prediksi di akhir tahun ini dari 5,4 persen yang diprediksi di 2010 menjadi 6,2 persen di 2011," tambahnya.

Kenaikan inflasi ini menurutnya dipicu dari kebijakan BI yang menaikkan penyaluran kredit perbankan. (GWM-LDR) menjadi 78-100. Menurutnya penyaluran kredit perbankan tidak dapat dinaikkan secara tiba-tiba karena tingkat penyaluran kredit perbankan di Indonesia baru sampai pada level 75 saja.

"Sehingga dengan memaksakam penyaluran kredit perbankan ke level 78-100, tetapi kemampuan penyaluran kredit perbankan masih belum mampu, justru akan memperbesar ekses likuiditas yang sudah ada di masyarakat. Likuiditas itu bertambah melalui kredit yang disalurkan perbankan, akhirnya justru kebijakan BI itu salah dan dapat menyebabkan inflasi," jelasnya.

Dengan menaikkan angka penyaluran kredit perbankan, lanjutnya, maka perbankan akan berlomba-lomba memberikan kredit kepada masyarakat. "Dan masyarakat akan menyerap kredit itu, akibatnya dana yang terjadi di masyarakat (ekses likuiditas) akan bertambah dan justru akan menyebabkan kenaikan harga-harga sektor konsumsi dan menekan inflasi lagi," pungkasnya.

BI Bantah Pecahan Rp100 Ribu Salah Cetak!

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) membantah akan menarik uang kertas pecahan Rp100 ribu bergambar Soekarno Hatta yang diisukan mengalami salah cetak pada bagian naskah proklamasi, khususnya pada pencantuman "tahun ’05".

Hal tersebut diungkapkan Kepala Biro (Kabiro) Humas BI Difi A Johansyah, dalam siaran persnya di Jakarta, Rabu (6/10/2010).

BI pun menegaskan, hal-hal sebagai berikut pencantuman teks proklamasi pada Uang kertas Rp100 ribu sudah sesuai dengan Naskah Asli-nya, yaitu tertulis “Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen ‘05”.

"Tahun ’05 mengacu pada fakta sejarah, di mana Jepang masih berkuasa pada saat itu, sehingga penanggalan yang dipergunakan adalah penanggalan Jepang, yaitu tahun 2605 yang disingkat ’05," katanya.

Desain uang Rp100 ribu yang diterbitkan BI pada 2004 sudah melalui koordinasi dengan berbagai pihak terkait termasuk pihak yang berkompeten dan mengetahui sejarah penulisan teks proklamasi dimaksud.

Dengan demikian, uang kertas pecahan Rp100 ribu bergambar Soekarno-Hatta tidak mengalami kesalahan cetak dan tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah.

"Kepada seluruh masyarakat kami mengimbau untuk tidak terpengaruh oleh isu ataupun informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan," pungkasnya.
Okezone.com

Tuesday 5 October 2010

EADS Punya Dana Akuisisi 2 Miliar Euro

FRANKFURT - Grup dirgantara Eropa, European Aeronautic Defence and Space Company NV (EADS) menyatakan telah menyisihkan dana sebesar 2 miliar euro (USD2,7 miliar) untuk akuisisi. EADS ingin berekspansi pada sektor pertahanan, keamanan dan jasa.

“Kita telah memiliki beberapa target di sektor tersebut (pertahanan, keamanan dan jasa) yang masuk pandangan kami, dan kami punya kapasitas berinvestasi antara satu dan dua miliar euro,” kata Chief Executive Officer (CEO) EADS Louis Gallois seperti dikutip harian bisnis Jerman Handelsblatt, Selasa (5/10/2010).

Jumlah dana akuisisi yang diucapkan Gallois melebihi pengumuman EADS sebelumnya. Saat ini, jumlah dana yang dimiliki oleh EADS sekitar 8,9 miliar euro. Tapi, EADS mengumumkan akan meningkatkan keseimbangan neraca pada seluruh aktivitasnya. Akibatnya, divisi utamanya, produsen manufaktur Airbus, tertekan.
Okezone.com

Dominasi Big Five Mulai Tergeser


JAKARTA - Pemerintah secara perlahan menggeser ketergantungan tujuan ekspor Indonesia yang semula didominasi lima negara (big five) ke sejumlah negara di kawasan lain seperti Eropa dan Amerika Timur.

Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Adhi Putra menuturkan, hingga akhir 2004 pangsa tujuan ekspor Indonesia masih didominasi ke negara-negara yang masuk dalam big five yaitu Jepang, Amerika Serikat (AS), China, Singapura, dan India. Persentasenya, sekitar 53 persen dari total ekspor Indonesia.

”Lima tahun lalu memang kondisinya kita sangat tergantung big five. Tapi secara perlahan kita mulai melepaskan ketergantungan itu,” ujar Adhi di Jakarta kemarin.

Saat ini negara tujuan ekspor barang-barang Indonesia mulai tergeser dan terdiversifikasi. Dominasi big five yang semula 53 persen dari total ekspor kini hanya sekitar 47 persen.Sementara permintaan dan pengiriman barang ke pangsa pasar negara kawasan Eropa dan Amerika Timur justru lebih mendominasi.

”Untuk ke Eropa dan Amerika Timur sekarang sudah 53 persen. Kondisi ini kebalikan dari kondisi lima tahun lalu,”katanya.

Dia memaparkan,berdasarkan capaian realisasi ekspor periode Januari-Agustus 2010, pangsa Jepang terhadap ekspor saat ini masih yang tertinggi yakni 12,72 persen terhadap keseluruhan ekspor, disusul ekspor ke AS yang mencapai 10,61 persen.

China menjadi negara ketiga terbesar dalam hal pangsa ekspor yakni sebesar 10,05 persen, disusul Singapura dan India yang masing-masing memberikan kontribusi 7,6 persen dan enam persen terhadap keseluruhan ekspor Indonesia.

”Permintaan atau demand barang-barang kita ke lima negara itu memang masih cukup besar walaupun secara perlahan mulai berkurang,”imbuh Adhi.

Dia menuturkan, strategi menggeser dominasi big five sebagai negara tujuan ekspor merupakan langkah untuk mengamankan kinerja ekspor.Ancaman krisis ekonomi global yang masih membayangi negara-negara Amerika dan Eropa,juga menjadi salah satu pertimbangan.Menurut dia, upaya menggeser dominasi lima negara tersebut memang tidak mudah.

Salah satu langkah yang diambil pemerintah,melirik negaranegara berkembang di kawasan Afrika sebagai basis negara tujuan ekspor selanjutnya. Relokasi pabrik dari Jepang,China,dan Korea yang masuk ke Indonesia semakin menambah kepercayaan diri pemerintah untuk meningkatkan kinerja ekspor.

"Kita bisa jadi basis produksi, pelan-pelan itu sudah dilakukan. Relokasi industri akan kita manfaatkan untuk merebut pasar perdagangan internasional,” tandasnya.

Sementara itu,Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Erwin Aksa menilai, bergesernya dominasi tujuan ekspor Indonesia tidak lepas dari dampak krisis ekonomi global pada 2008. Pemerintah mulai melirik membuka pasar tujuan ekspor yang lebih luas dan minim risiko dari imbas krisis ekonomi global.

”Sehingga pemerintah mulai melakukan diversifikasi atau membuka peluang pasar yang baru untuk barang ekspor kita,”ujar Erwin.

Erwin mengungkapkan, memang diperlukan strategi untuk membuka pasar ekspor yang baru agar tidak terlalu bergantung pada lima negara yang selama ini mendominasi. ”Bidikannya yang menurut saya sangat potensial adalah di wilayah Asia,”katanya. Wilayah Asia kini menjadi magnet perekonomian dunia.

Pertumbuhan ekonomi di Asia membuka peluang bagi negara-negara kawasan Asia untuk melakukan ekspansi barang ekspor dengan volume besar ke negara kawasan lain atau di dalam kawasan Asia. Terlepas dari itu, anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN) ini berharap ke depan ekspor barang dari Indonesia tidak hanya didominasi barang mentah atau sumber daya alam.

”Selain melirik pasar yang baru, kita juga perlu melakukan pembenahan agar barang ekspor kita didominasi sektor manufacturing,” tandasnya.
sumber: Okezone.com

Rupiah Berpotensi Menguat

JAKARTA - Rupiah berpotensi menguat pada perdagangan hari ini. Di mana kenaikan harga minyak WTI bisa menjadi faktor positif bagi pasar Asia termasuk rupiah.

"Kami perkirakan ada peluang penguatan rupiah pada perdagangan hari ini," jelas analis Samuel Sekuritas Indonesia Lana Soelistianingsih dalam risetnya di Jakarta, Rabu (6/10/2010).

Hanya saja, ia mengatakan jika rupiah masih akan berada dalam kisaran saat ini di Rp8.915-Rp8.930 per USD. Sementara itu harga minyak WTI kembali menguat
ditutup di USD82,82 per barel.

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terpantau melemah pada perdagangan kemarin, dengan ditutup di Rp8.943 per USD (kurs tengah Bloomberg), pelemahan ini searah dengan pelemahan pada mata uang Asia lainnya.
Okezone.com

Bernanke: Defisit Ancam Perekonomian AS

WASHINGTON - Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (Fed) Ben Bernanke mendesak langkah cepat dan tegas untuk mengendalikan membeng
kaknya defisit anggaran belanja. Dia mengatakan kegagalan antisipasi bisa menimbulkan sebuah krisis yang serius.

Peringatan Bernanke atas desifit tahunan menggambarkan adanya “ancaman riil dan berkembang” atas ekonomi Paman Sam.

“Satu-satunya pertanyaan riil, apakah penyesuaian berlangsung melalui proses yang cermat dan musyawarah? atau apakah butuh penyesuaian fiskan akan berlangsung cepat dan menyakitkan?” kata dia, seperti dikutip dari AFP, Selasa (05/11/2010).

Per September 2010, defisit AS sudah mencatatkan rekor USD1,47 triliun seiring turunnya pendapatan pajak dan langkah pemerintah mengucurkan bailout dan belanja stimulus.

Bernanke berharap, aturan fiskal baru yang akan disyahkan Kongres AS bisa membantu mengembalikan anggaran belanja pada jalurnya. Tapi, ini membutuhkan kebijakan politik yang berkelanjutan.

“Kongres dan presiden saat ini dan dimasa mendatang harus berani mengeluarkan kebijakan yang sulit untuk mengembalikan anggaran belanja pada rel yang berkelanjutan,” ujar dia.

Bernanke menambahkan, reformasi pajak AS yang kompleks bisa membantu masalah defisit. “Kebanyakan rakyat sepakat bahwa Undang-Undang (UU) Pajak masih belum efisien dan adil, apalagi UU Pajak terlalu kompleks dan memiliki biaya administrasi dan sanksi yang berat,” ungkap Bernanke.

“Pengumpulan pajak yang lebih efisien dan dirancang dengan sistem yang lebih baik bisa meningkatkan pertumbuhan dan mendorong kebijakan fiskal yang berkelanjutan," imbuh dia
sumber: okezone.com